Beranda > Alkitab > ALKITAB ADALAH DASAR SEMUA PENGETAHUAN

ALKITAB ADALAH DASAR SEMUA PENGETAHUAN


BIBLEBanyak orang di dunia ini  yang menempatkan Alkitab pada posisi yang kontra  dengan  ilmu  pengetahuan. Mereka  melihat  Alkitab  sebagai  buku kuno  penuh  mitos  yang  mengandung banyak  kontradiksi  dengan  sains modern.  Jika  masalah  ini  terbatas  hanya kepada  orang-orang  dunia  yang  tidak percaya Tuhan, maka ini  tidaklah  terlalu mengherankan.  Tetapi,  yang  paling menyedihkan adalah  banyaknya  orang yang  mengaku  dan  memakai  nama “Kristen,”  tetapi  terpengaruh oleh paham  seperti  itu.   Banyak  orang “Kristen”  demikian  yang  berkompromi dengan  berkata  bahwa  “dalam  hal rohani,  Alkitab pasti benar, tetapi  dalam  hal ilmu pengetahuan, Alkitab banyak salah.” Dengan  kata lain,  Alkitab akurat untuk memberitahu jalan  ke Sorga,  tetapi tidak bisa memberitahu tentang  hal-hal material di  alam  sekeliling  kita.

Tetapi, posisi kompromi seperti  itu  tidak  bisa  dipertahankan  secara konsisten.  Sebenarnya  hanya  adalah  dua  pilihan: Alkitab  adalah  Firman  dari Allah  pencipta  langit  dan  bumi,  atau Alkitab  bukan  Firman  Tuhan.  Jika Alkitab  bukan  Firman  Tuhan, maka  ia hanyalah buku biasa, karangan manusia, dan juga tidak bisa memberitahu  jalan  ke Sorga  atau keselamatan  bagi  manusia. Tetapi,  jika Alkitab  benar  adalah  Firman  Tuhan Pencipta,  yang  Ia  turunkan  melalui pengilhaman  atas  manusia-manusia tertentu,  maka  kita  seharusnya  dapat mengharapkan  bahwa  Allah  yang menciptakan  langit  dan  bumi  tahu tentang  hukum-hukum alam yang telah  Ia  sendiri  tetapkan  itu.

Memang,  kita  sebagai  orang percaya  mengakui  bahwa Alkitab  tidak pernah  ditulis dengan  maksud  untuk menjadi  buku  tentang  fisika, buku biologi, ataupun  buku  astronomi. Pendek  kata,  Alkitab  bukanlah  buku sains. Tema  utama  Alkitab  adalah masalah rohani, keselamatan manusia, dan hubungan manusia dengan Tuhan.  Namun demikian,  setiap  kali  Alkitab menyinggung  masalah  sains,  pastilah benar,  karena  yang  menulisnya secara ultimat  adalah  Tuhan  sendiri.  Firman Tuhan  adalah  kebenaran  (Yohanes 17:17), dan kebenaran tidak bisa setengah-setengah,  misalnya benar  mengenai  A, tetapi salah mengenai  B. Yang seperti  itu  bukan kebenaran. Posisi ini juga yang diajarkan oleh Yesus sendiri. “Kamu  tidak  percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal  duniawi,  bagaimana  kamu  akan  percaya, kalau Aku  berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi?”  (Yoh. 3:12)  Dengan kata lain, jika  Alkitab  salah  mengenai hal duniawi, bagaimanakah  keyakinan  kita  tentang  apa  yang  Alkitab  ajarkan  tentang Sorga?

Puji  syukur  kepada  Tuhan, ternyata  Alkitab  memang  tepat  dalam hal  sains.  Berbagai  kontradiksi  yang katanya terjadi antara sains dan Alkitab berpulang  kepada  dua  faktor  utama. Faktor  pertama,  kontradiksi  muncul kalau Alkitab  ditafsirkan  secara  salah.  Sebagai  contoh,  bisa  saja  ada  orang yang menafsirkan  bahwa Alkitab mengajarkan  bumi  itu  datar,  karena ada  ayat  yang  mengacu  kepada “keempat  penjuru  bumi”  (contoh: Yes 11:12,  Wah.  20:8,  dll). Tetapi  penafsiran ini  salah, karena Alkitab justru mengajarkan bumi itu  bulat (nanti  akan dibahas), dan istilah “keempat penjuru bumi”  tetap  bisa  dipakai  pada  bumi yang  bulat, sebagai mana masih dipakai hari ini  oleh para pembuat peta unt uk  mengacu  kepada  keempat kuadran  dari  atlas  atau  peta.

Faktor  yang  kedua,  kontradiksi dapat muncul kalau sains yang dipakai sebagai  perbandingan  adalah  sains yang  palsu.  Di zaman  modern ini,  sains sedemikian  ditinggikan  oleh  manusia, sehingga  kebanyakan  orang  lupa bahwa  sains  seringkali  salah,  dan senantiasa  berubah.  Apa  yang  benar hari  ini,  besok  bisa  terbukti  tidak  ilmiah. Apa  yang  salah  hari  ini,  bisa  jadi ditemukan  benar.  Ini  adalah  inti  dari sains,  selalu  mencari.  Ada  banyak sains  yang  belakangan  terbukti  salah.

EVOLUTION THEORYTentu Alkitab  tidak  akan  bertentangan dengan  kebenaran  alam  ciptaan  yang sejati,  tetapi  bisa  jadi  bertentangan dengan “sains” yang palsu. “Apa yang disebut  pengetahuan”  (1  Timotius  6:20, “science falsely so-called” dalam KJV) ini  ternyata  bukanlah  benar-benar pengetahuan.  Sebagai  contoh  adalah teori evolusi, yang diterima umum hari ini,  tetapi  sebenarnya  tidak  memiliki landasan  sains  yang  kokoh  sama sekali,  oleh  karena  itu  bertentangan dengan  Alkitab.

Sebaliknya, Alkitab justru sangat cocok dengan ilmu pengetahuan  yang  sejati. Ada  banyak contoh  dalam  Alkitab mengenai  ayat-ayat atau perikop-perikop yang berbicara tentang sains yang jauh  lebih maju dari zaman penulisannya.  Juga ada  banyak  konsep  sains  modern yang sudah  sejak  dulu  tercermin  dalam Firman Tuhan. Berikut adalah sekelumit  contoh.

Dalam  bidang  Kosmologi  dan Energi, prinsip-prinsip yang mendasari sains  sangat  sejalan  dengan  Alkitab, bahkan  terkadang  dinyatakan langsung dalam Kitab Suci. Salah satu fondasi sains adalah Hukum Termodinamika, baik Termodinamika  I maupun  II.  Hukum  termodinamika  I mengatakan  bahwa  energi  tidak bisa diciptakan ataupun  dihancurkan. Energi  dapat  berubah-ubah  bentuk, dari  energi  listrik  menjadi  energielektromagnetik (misal  lampu),  atau energi  kimia  menjadi  energi  gerak  (mobil),  dan  banyak  lainnya  lagi. Hukum  ini disebut juga  hukum kekekalan  energi.  Hal  ini  cocok  dengan pengajaran  Alkitab  bahwa  penciptaan sudah  selesai  sejak hari  keenam (Kejadian 2:2). Pada hari ketujuh  Allah berhenti  dari  kegiatan  menciptakan, dan  karena  hanya Allah yang  benar-benar  dapat  menciptakan  (ex  nihilo), maka tidak ada yang baru yang benar-benar  dapat diciptakan setelah  hari keenam.  Semua  yang  terjadi  setelah itu  hanyalah  perpindahan  energi  atau perpindahan massa,  dari satu  bentuk ke  bentuk  lain  (Persamaan  Einstein membuktikan  bahwa  energi  dan  massa dapat  saling  bertukar).

Selain itu, Hukum Termodinamika II mengatakan bahwa walaupun energi  tidak dapat diciptakan atau dihancurkan, energi  yang  dapat dipakai  terus berkurang. Dengan kata lain, keacakan dan entropi terus bertambah. Tanpa adanya usaha yang besar, segala sesuatu dialam semesta ini  menjadi semakin rusak. Kita dapat menyaksikan hukum  alam  ini  dalam kehidupan  nyata setiap  hari. Apapun yang tidak  dipelihara dan diusahakan, pasti  akan  semakin  rusak,  semakin acak,  dan  semakin  tidak  beraturan.

Jika  anda  membeli  baju  baru,  tetapi tidak  memakainya  selama  10  tahun, maka  jangan  harap  baju  itu  tetap dalam kondisi  prima  jika  hanya  dibiarkan begitu saja selama 10 tahun di lemari. Prinsip ini  persis  seiras  dengan Alkitab. Jika  Hukum  Termodinamika I  mulai berlaku sejak hari ketujuh penciptaan, setelah  Allah  berhenti,  maka Hukum Termodinamika II   berlaku  sejak kejatuhan dalam dosa. Sejak kejatuhan  Adam  dan  Hawa,  seluruh alam semesta  ikut  jatuh  dan  takluk kepada  kesia-siaan  (Roma  8:20),  dan sejak itu pula menuju  kepada kebinasaan. Proses inilah  yang terlihat dal am  Hukum  Termodinamika  II .

Alkitab  bahkan  menyebut  prinsip  ini secara  eksplisit. “Dahulu  sudah Kauletakkan  dasar  bumi,  dan  langit adalah  buatan  tangan-Mu.  Semuanya itu  akan  binasa,  tetapi  Engkau  tetap ada,  dan  semuanya  itu  akan  menjadi usang  seperti  pakaian,  seperti  jubah Engkau  akan mengubah mereka, dan mereka berubah” (Mazmur 102:26-27, juga  dikutip  dalam  Ibrani  1:10-1 1). Pemazmur,  dibawah inspirasi Roh Kudus 3000 tahun yang lalu, memproklamirkan  bahwa  langit  dan bumi  akan  menjadi  “usang” seperti pakaian, persis seperti yang diprediksikan oleh Hukum Termodinamika  II.  Ini  adalah  sesuatu yang  tidak  kasat  mata,  tetapi  telah terbukti  ilmiah. Darimanakah pemazmur  mengetahui  ini,  jika  bukan Tuhan  yang  memberitahukannya?

Jika  kita  renungkan,  justru  teori evolusi,  yang  banyak  di percayai sebagai  kebenaran,  ternyata bertentangan dengan  Hukum  Termodinamika  II  ini. Teori  evolusi  mengetengahkan  bahwa  dibiarkan dengan sendirinya,  alam bisa memunculkan  makhluk  hidup  yang semakin  kompleks  dan  semakin teratur. Ini  adalah  hal  yang  mustahil dan  bertentangan  dengan  suat u Hukum  alam  yang  manusia  sudah banyak  verifikasi.  Jadi,  teori  evolusi  adalah suatu  sains  yang  palsu.

Selain itu, Alkitab  juga menggambarkan  suatu fenomena yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia. Dalam bidang  Astronomi, manusia mengetahui (minimal berteori)  dari fenomena  red-shift bahwa  bintang-bintang  yang kita  lihat sedang menjauh dari kita. Rupanya ke mana saja kita mengarahkan teleskop, kita menjumpai fenomena red-shift ini, sehingga kesimpulannya adalah bahwa alam semesta kita sedang mengembang atau berekspansi. Rupanya hal ini  sudah  diantisipasi oleh banyak  penulis  Alkitab.  Ada  banyak  ayat Alkitab  yang  berbicara mengenai Allah  “membentangkan”  langit  (Ayub  9:8; Maz. 104:1-2; Yesaya 40:22; 42:5; 44:24;  45:12;  48:13; 51:13;  Yeremia 10:12; 51:15; Zak  12:1).  Kata “membentangkan” adalah kata Ibrani natah, yang berarti  “ menarik, membentang,  melebarkan. ”Jadi, fenomena  “pelebaran”  alam  semesta  yang   menurut data terakhir terobservasi,  cocok dengan  Alkitab, dan ternyata memang dilakukan oleh Tuhan sejak  penciptaan. Permasalahan bagi  orang-orang  yang  tidak  percaya  Tuhan adalah mereka tidak  mau melihat alam semesta  sebagai  suatu  mahakarya yang  pastinya  menunjuk  kepada pribadi  Pencipta.  Dari  fakta  bahwa alam  semesta  sedang  mengembang, mereka mencoba mencari asal muasal alam semesta, dengan berandai-andai mundur  dalam  waktu. Tentunya  jika alam  semesta  mengembang,  jika  kita putar  mundur  waktu,  ia semakin mengecil. Sampai kapan? Tentu sampai saat sang Pencipta menciptakan. Itu logisnya. Tetapi, karena sudah menolak Tuhan, para ilmuwan  atheistik  menarik mundur terus  proses  pengecilan ini, sampai akhirnya mereka memampatkan seluruh alam semesta ke suatu titik mahakecil,  yang  bahkan  praktis  tidak eksis.  Inilah  yang  mereka  sebut  titik singularity, yang  maha padat, maha kecil,  yang  meledak saat big bang. Tetapi  kesimpulan  ini  absurd.  Mereka bahkan  berkata  bahwa hukum  alam yang kita kenal sekarang tidak berlaku dalam  singularity  ini.

Jika  logika yang sama dipakaikan  ke  kasus  lain,  hasilnya sangatlah konyol. Misalnya seseorang mati  ditembak.  Tim pengacara pembela, untuk  menolong klien mereka  yang  dituduh  membunuh, membuat argumen yang  serupa. Peluru  di  badan  orang  yang  mati  tersebut  harus  ditarik  mundur  dalam  waktu.  Jika  ditarik  terus  ke  belakang,  peluru  ini  berasal  dari  sangat  jauh,  bahkan  jika  ditarik  terus  hingga  berjuta-juta  tahun  yang  lalu,  peluru ini  mungkin dari  planet  lain.  Jika  ditarik  terus  lagi sampai  waktu  yang  tidak  terdefinisikan, maka peluru  ini  bisa  jadi  dari  bermilyar-milyar tahun yang lalu  dari galaksi lain. Betapa  absurd!  Tim  penuntut  tentu akan  dengan  mudah  mematahkan argumen  seperti  ini,  dengan  berkata bahwa  peluru  ini  tidak  bisa  ditarik mundur dalam  waktu  secara  indefinit, karena  adanya  peluru  yang  ditembak mengindikasikan  adanya  penembak. Seorang  saksi  mata  yang  melihat  kejadian  itu  bisa  dimunculkan  untuk memastikan  bagaimana  semuanya terjadi. Demikian  juga  dengan  alam  semesta  ini.  Seberapa  jauhkah  para ilmuwan  boleh  menarik  mundur “pengembangan”  alam  semesta  itu?  Ilmuwan  yang  menolak  Allah  tidak memiliki  jawaban pasti,  sehingga mereka  menariknya  hingga  ke  titik  terkecil.  T etapi  adanya  saksi  mata, yaitu  Allah  sang  pencipta,  mestinya memperjelas  segala  sesuatu.  Alkitab  berisikan  informasi  dari  sang  Saksi Mata  itu,  bahkan  sang  Pencipta.  Dan  semua  informasi  dalam  Alkitab  cocok  dengan  apa  yang  bisa  kita  verifikasi  tentang  natur. Demikian  juga dengan  alam semesta  ini.  Seberapa  jauhkah  para ilmuwan boleh menarik  mundur “pengembangan”  alam semesta  itu? Ilmuwan  yang menolak  Allah  tidak memiliki jawaban  pasti,  sehingga mereka  menariknya hingga ke  titik terkecil. Tetapi  adanya  saksi  mata, yaitu  Allah  sang  pencipta,  mestinya memperjelas  segala  sesuatu.  Alkitab berisikan  informasi  dari  sang  Saksi Mata  itu,  bahkan  sang  Pencipta.  Dan semua  informasi  dalam  Alkitab  cocok dengan  apa  yang  bisa  kita  verifikasi tentang  natur.

Berbicara  mengenai   alam semesta,  Alkitab  memiliki  banyak informasi yang akurat.  700 tahun sebelum Kristus, Yesaya sudah menulis tentang  “bulatan bumi ” (Yesaya  40:22), jauh  sebelum Copernicus, Galileo, dan tokoh-tokoh lainnya.  Lebih  hebatnya  lagi,  Ayub yang  hidup  sekitar  2000an  tahun sebelum  Kristus  (jadi  lebih dari  4000 tahun yang lalu) berbicara mengenai bumi yang digantungkan pada “kehampaan”  (Ayub 26:7).  Kira-kira seratus tahun yang lalu, masih banyak ilmuwan  yang mempercayai teori  eter, yaitu  bahwa  luar angkasa  terdiri dari substansi  eter,  tetapi  Alkitab  sudah memberitahu tentang  ruang  hampa  di luar  angkasa.

Alkitab  juga  banyak  berbicara mengenai  bintang-bintang  yang  kita lihat  di  angkasa. Tuhan  memberitahu Abraham,  sekitar  4000-an  tahun  yang lalu,  bahwa  jumlah  bintang  tidak  bisa dihitung oleh  manusia. “Lalu TUHAN membawa  Abram  ke luar   serta berfirman:   ‘ Coba  lihat  ke  langit, hitunglah bintang-bintang, jika  engkau dapat   menghitungnya’ ”   (Kejadian 15:5). Tuhan kembali menegaskan hal ini  kepada  Yeremia,  dengan  berkata, “Seperti  tentara  langit  tidak  terbilang dan  seperti  pasir  laut  tidak  tertakar …” (Yeremia  33:22).  Bahwa  jumlah  pasir tidak  dapat  dihitung  cukup  jelas  bagi manusia, tetapi  bahwa jumlah  bintang juga  tidak  dapat  diukur  dan  dapat di setarakan dengan jumlah pasir tidaklah  terang  bagi manusia sebelum ditemukannya  teleskop.  Bahkan pada abad kedua Masehi, Ptolemy, seorang astronom  kuno, pernah  menyatakan telah  menghitung semua  jumlah bintang di angkasa, dan mendapatkan bahwa ada 1056 bintang! Bisa saja “ilmuwan” pada zaman itu mempersalahkan Alkitab yang mengatakan bahwa jumlah  bintang tak terhitung.

Tetapi,  sebagaimana  dalam semua kasus lain, ketika pengetahuan manusia semakin bertambah, justru Alkitab semakin  ternyata  benar,  dan sains-sains  yang  salah  yang  harus dikoreksi. Sekarang, dengan  adanya teleskop-teleskop canggih, yang bahkan  ada  di  luar  atmosfir  bumi sehingga  bisa  menatap  bintang-bintang  tanpa  distorsi atmosfir  kita, sungguh luar  biasa banyaknya bintang yang ada. Manusia sungguh tidak bisa menghitungnya, karena banyak  sekali yang tadinya kita kira bintang, ternyata adalah galaksi  yang  mengantung milyaran  trilyunan bintang dalam  satu titik  cahaya.  Saat  ini  diperkirakan  ada 1025  bintang,  suatu  jumlah  yang fantastis. Jika semua manusia di bumi bisa  menghitung satu  bintang  per  detik, dan  terus  menghitung  sejak  lahir hingga  mati, itu  pun belum  akan menghabiskan  jumlah  yang  begitu besar  itu.  Tetapi,  kebesaran  dan  sifat Tuhan  yang tak terhingga justru semakin menyolok  karena  “Ia menentukan  jumlah  bintang-bintang dan menyebut nama-nama semuanya” (Mazmur  147:4).

Bukan hanya  Alkitab memberitahukan  tentang jumlah bintang yang tak  terhitung,  Alkitab juga memberitahu bahwa satu bintang berbeda dengan bintang lain. “Kemuliaan  matahari  lain  dari  pada kemuliaan bulan, dan kemuliaan bulan lain  dari  pada  kemuliaan  bintang-bintang,  dan  kemuliaan  bintang  yang satu  ber beda  dengan kemuliaan bintang  yang  lain”  (1  Korintus  15:41).

Dilihat  secara  kasat  mata,  bintang-bintang  di  langit  malam  tampak  mirip satu  dengan  yang  lain;  dan  kalaupun ada  yang  lebih  terang  dan  ada  yang lebih  redup,  bisa  diduga  karena  jarak me reka berlainan. Tetapi  ilmu pengetahuan modern, melalui analisis spektroskopi  atas  cahaya  masing-masing  bintang,  telah  menemukan bahwa memang  ada  variasi  yang cukup  besar  antara  satu  bintang dengan  bintang  lain.  Matahari  kita sendiri tergolong bintang yang “biasa,” berwarna kuning,  dengan  ukuran  dan temperatur  standar  (untuk  ukuran bintang). Ada bintang yang disebut red giant, giant blue, blue dwarf,  dan banyak  lagi  variasi  lainnya.  Tentu Tuhan  yang menciptakan  semua  itu sudah  tahu  terlebih  dahulu,  dan menyebutnya  dalam  KitabNya.

Beralih  ke  bidang  biologi  dan medis,  para  penulis  Alkitab  memiliki informasi  yang  jauh  lebih  maju  dari pada orang-orang  sezaman  mereka. Bahkan  di  dalam  Kejadian  pasal  1, Tuhan  sudah  memberitahu  bahwa setiap makhluk  hidup  akan berkembang biak sesuai dengan jenis  mereka (dalam KJV:  after his kind atau after  their  kind, lihat  KJV Kejadian 1:1 1, 12,  21,  24,  25).  Berarti,  jenis  kucing akan melahirkan kucing, bukan anjing. Jenis kuda akan  melahirkan jenis  kuda, bukan gajah. Kemantapan ini akhirnya dipahami  benar  setelah  pengetahuan genetika  manusia  bertambah.  Justru teori  evolusi  yang  berimajinasi  bahwa satu jenis makhluk hidup bisa berubah menjadi  jenis  makhluk  hidup  lainnya sama  sekali  tidak  memiliki  dukungan ilmiah,  dan  tidak  pernah diobservasi. Selain  itu  berbagai  perintah dalam  hukum  Taurat  memberikan bangsa  Israel,  3500  tahun  yang lalu, standar  higienisitas  yang  tinggi,  jauh lebih  tinggi  daripada  bangsa-bangsa sekitar  mereka.  Jika  kita membaca Imamat  pasal  15,  misalnya, kenajisan manusia  harus  dicuci  dengan  air .

Demikian juga dalam Bilangan 19:1 1dst,  seseorang  yang  menyentuh mayat  haruslah  membasuh  dirinya dengan air.  Sampai  dengan  abad  19, rumah  sakit  di Eropa masih belum tahu manfaat mencuci tangan. Dipertengahan tahun  1800an,  dokter Semmelweis  menemukan  bahwa  ibu-ibu  melahirkan  yang  ditolong  oleh dokter  lebih banyak  yang  mati daripada ibu-ibu  yang  ditolong  oleh  bidan.  Hal ini sangat  mengherankan  bagi  dirinya. Akhirnya,  setelah  menyingkirkan semua  faktor  lain,  dia  menemukan bahwa  perbedaannya  adalah  para dokter pada  pagi  hari  belajar  anatomi dengan  memegang  mayat,  sebelum siang  harinya  menolong  persalinan.

Semmelweis  lalu  mengharuskan semua dokter yang memegang mayat untuk  mencuci tangan sebelum memegang pasien  (sesuatu  yang  aneh pada waktu itu), dan walaupun banyak ditentang,  hasilnya  segera  nyata. Tingkat kematian ibu-ibu yang ditolong dokter  menurun drastis  menjadi sama dengan  yang  ditolong  bidan.  Andai  saja mereka  mengikuti  petunjuk  Alkitab bahwa  orang  yang  memegang  mayat harus  membasuh  diri,  maka  korban akan  lebih  sedikit.  Jelas  standar kebersihan  Alkitab  sangat  tinggi.  Orang Israel  yang  berperang  pun  haruslah membawa  sekop  kecil  (Ul  23:12-13) untuk  mengubur  kotoran  mereka.

Padahal, orang Mesir kuno dulu malah memakai kotoran sebagai obat karena tahayul  dan  tradisi  mereka! Penget ahuan  Tuhan  yang menciptakan  tubuh  manusia  juga terlihat  jelas  dalam  Perjanjian  sunat yang Allah buat  dengan Abraham dan bangsa Israel. Allah menyuruh Abraham  untuk  menyunat  semua keturunan  laki-lakinya  pada  hari kedelapan (Kej.  17:12). Mengapakah Tuhan  memilih  hari  kedelapan?  Ilmu kedokteran modern  menemukan bahwa  pada  hari  kedelapan,  seorang  bayi  memiliki  tingkat  protrombin  yang  paling tinggi  dalam darahnya dibandingkan hari-hari lain. Protrombin adalah salah satu zat yang dibutuhkan agar  darah  mengental  ketika  terjadi perdarahan. Artinya, ketika kita terluka dan  mengeluarkan  darah,  ada  zat-zat dalam  darah  yang  perlu  bereaksi sehingga  darah  menggumpal  dan berhenti  keluar.  Zat-zat  ini  disebut faktor  pembekuan  darah, dan protrombin  adalah  salah  satu  faktor krusial. Jika proses pembekuan darah gagal  terlaksana,  maka  sedikit  luka kecil  saja  bisa  berakibat  fatal  pada seseorang  karena  ia  tidak  bisa  berhenti berdarah,  seperti  yang  terjadi  pada kasus  penyakit  bawaan  hemofilia. Dalam  kasus  sunat  bayi,  jika  sunat dilakukan  sebelum  hari  kedelapan, maka  resiko  perdarahan  lebih  tinggi.  Tetapi  bagaimanakah  Abraham  atau Musa bisa tahu akan hal ini? Bagaimana  mereka  bisa  tahu  tentang tingkat protrombin dalam darah? T entu mereka  tidak  tahu,  tetapi  Allah  yang menciptakan  tubuh  manusia  sudah pasti  tahu.

Alkitab  juga  sudah  sejak  ribuan tahun  yang  lalu  menggambarkan siklus air.  “Semua  sungai  mengalir  ke  laut, tetapi  laut  tidak  juga  menjadi penuh; ke mana  sungai  mengalir,  ke  situ  sungai mengalir selalu”  (Pengkhotbah  1:7).  “Ia menarik  ke  atas  titik-titik  air,  dan memekatkan  kabut  menjadi  hujan, yang  dicurahkan  oleh  mendung,  dan disiramkan  ke  atas  banyak  manusia” (Ayub  36:27-28).  Siklus  air  barulah di rumuskan secara  modern oleh Bernard  Palyssi  di  abad  16  Masehi, tetapi  sudah  diketahui  oleh  Salomo  dan Ayub  jauh  sebelumnya.

Artikel  ini  tidak  membahas semua  keakuratan  ilmiah  Alkitab,  tetapi hanya  bertujuan  untuk  memberikan sekelumit  contoh,  bahwa  Alkitab sungguh  dapat  di percaya  secara ilmiah.  Memang  benar  bahwa  Kitab Suci  diberikan  oleh  pengilhaman  dari Tuhan  yang  mahatahu  dan  yang menciptakan  langit  dan  bumi,  dan tentunya  mengetahui  semua  hukum-hukumnya.  Orang Kristen dapat dengan  mantap  mempercayai  semua yang  tertulis  dalam Alkitab,  mengenai topik  apapun.

oleh Dr. dr. Steven Einstain Liauw, DRE., Th.D, dalam buletin Pedang Roh Edisi 78 Januari-Maret 2014

  1. Dicky
    13 April 2017 pukul 8:58 PM

    Pengetahuan Subatomik sudah diajarkan Alkitab dalam kitab Ayub:

    Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis.
    Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: “Dari mana engkau?” Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.”

    Dari sini dapat diketahui bahwa:
    1. Allah adalah Neutron (Netral) dengan massa yang paling besar.
    2. Anak-anak Allah adalah Proton (Positif) dengan massa yang lebih kecil dan selalu dekat dengan Allah (Neutron).
    3. Iblis adalah Elektron (Negatif) dengan massa terkecil dan selalu berpindah mengelilingi Neutron dan Proton.

    Interaksi antara Proton dan Elektron akan menghasilkan energi, dapat terlihat dengan adanya kehidupan.
    Perpindahan muatan listrik adalah dari Elektron (Negatif) menuju Proton (Positif).
    Arus listrik bermuatan Elektron (Negatif).

    Inilah sebabnya Iblis dapat menjadi penguasa dunia karena sifatnya yang selalu berpindah, sehingga karya Iblis lebih terlihat nyata.

    Kemarahan Allah dapat dilihat pada fisi nuklir yang menghasilkan radiasi berupa sinar alfa, beta, dan gamma yang sangat berbahaya. Efek radiasi nuklir ini dapat dirasakan secara turun temurun.

  2. James
    21 Juni 2018 pukul 12:18 AM

    Shalom Dr Dede Wijaya. Saya dosen STT Pais Jakarta sangat tertarik dengan artikel bapak ini. Mohon ijin untuk meng-copas sebagian artikel ini untuk dimasukkan ke dalam diktat yang sedang saya susun. Terima kasih. Tuhan memberkati

  3. 9 Agustus 2018 pukul 2:02 PM

    Silahkan pak James. Dengan senang hati.

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar